F-22 Raptor adalah pesawat tempur siluman buatan Amerika Serikat. Pesawat ini awalnya direncanakan untuk dijadikan pesawat tempur superioritas udara untuk digunakan menghadapi pesawat tempur Uni Soviet, tetapi pesawat ini juga dilengkapi peralatan untuk serangan darat, peperangan elektronik, dan sinyal intelijen. Pesawat ini melalui masa pengembangan yang panjang, versi prototipnya diberi nama YF-22, tiga tahun sebelum secara resmi dipakai diberi nama F/A-22, dan akhirnya diberi nama F-22A ketika resmi mulai dipakai pada Desember 2005. Lockheed Martin Aeronautics
adalah kontraktor utama yang bertanggungjawab memproduksi sebagian
besar badan pesawat, persenjataan, dan perakitan F-22. Kemudian
mitranya, Boeing Integrated Defense Systems memproduksi sayap, peralatan avionik, dan pelatihan pilot dan perawatan.
Produksi
F-22 versi produksi pertama kali dikirim ke Pangkalan Udara Nellis, Nevada, pada tanggal 14 Januari 2003. Pengetesan dan evaluasi terakhir dilakukan pada 27 Oktober 2004.
Pada akhir 2004, sudah ada 51 Raptor yang terkirim, dengan 22 lagi
dipesan pada anggaran fiskal 2004. Kehancuran versi produksi pertama
kali terjadi pada 20 Desember 2004 pada saat lepas landas, sang pilot selamat setelah eject
beberapa saat sebelum jatuh. Investigasi kejatuhan ini menyimpulkan
bahwa interupsi tenaga saat mematikan mesin sebelum lepas landas
menyebabkan kerusakan pada sistem kontrol.[7]
Pergantian nama
Versi produksi pesawat ini diberi nama F-22 Raptor ketika pertama kali dimunculkan pada tanggal 9 April 1997 di Lockheed-Georgia Co., Marietta, Georgia.
Pada September 2002, petinggi Angkatan Udara Amerika Serikat mengubah nama Raptor menjadi F/A-22. Penamaan ini, yang mirip dengan penamaan F/A-18 Hornet Angkatan Laut Amerika Serikat, bertujuan untuk mendorong citra Raptor sebagai pesawat tempur sekaligus pesawat serang darat,
dikarenakan oleh perdebatan yang terjadi di pemerintahan AS tentang
pentingnya pesawat tempur superioritas udara yang sangat mahal. Nama ini
kemudian dikembalikan lagi menjadi F-22 saja pada 12 Desember 2005, dan kemudian pada 15 Desember 2005 F-22A secara resmi mulai dipakai.[8]
Pembelian
Awalnya Angkatan Udara Amerika Serikat berencana memesan 750 ATF, dengan produksi dimulai pada tahun 1994. Pada tahun 1990 Major Aircraft Review mengubah rencana menjadi 648 pesawat udara yang dimulai pada tahun 1996. Tujuan akhirnya berubah lagi pada tahun 1994, menjadi 442 pesawat memasuki masa pakai pada tahun 2003 or 2004. Laporan Kementrian Pertahan pada tahun 1997
mengubah pembelian menjadi 339. Pada tahun 2003, Angkatan Udara
mengatakan bahwa pembatasan pembiayaan kongresional yang ada sekarang
membatasi pembelian menjadi 277. Pada tahun 2006,
Pentagon mengatakan akan membeli 183 pesawat, yang akan menghemat $15
miliar tapi akan menaikkan pembiayaan per pesawat. Rencana ini telah
mendapat persetujuan de facto dari Kongres dalam bentuk rencana
pembelian beberapa tahun, yang masih membuka peluang untuk pemesanan
baru melewati titik tersebut. Lockheed Martin
telah mengatakan bahwa pada FY(Fiscal Year/Tahun Fiskal) 2009 mereka
sudah harus tahu apakah lebih banyak pesawat akan dibeli, untuk
pemesanan barang-barang long-lead.
Pada April 2006, biaya F-22A ditaksir oleh Government Accountability
Office menjadi $361 juta per pesawat. Biaya ini mencerminkan total biaya
program F-22A total program cost, dibagi jumlah jet yang akan dibeli
oleh Angkatan Udara. Sejauh ini, Angkatan Udara telah menginvestasikan
sebanyak $28 miliar dalam riset, pengembangan, dan percobaan Raptor.
Uang itu, yang disebut sebagai "sunk cost,"
telah dibelanjakan dan terpisah dari uang yang digunakan untuk
pengambilan keputusan di masa depan, termasuk pembelian kopi dari jet
tersebut.
Saat semua 183 jet telah dibeli, $34 miliar akan dibelanjakan untuk
pembelian pesawat udara ini sebenarnya. Ini akan menghasilkan biaya
sekitar $339 juta per pesawat udara berdasarkan biaya total program.
Kenaikan biaya dari satu tambahan F-22 adalah sekitar $120 juta. Jika
Angkatan Udara akan membeli 100 buah tambahan F-22 hari ini, tiap
pesawat akan berharga lebih rendah dari $117 juta dan akan terus jatuh
dengan tambahan pembelian pesawat.[9]
F-22 bukan pesawat paling mahal yang pernah ada; kekhasan itu sepertinya berpulang pada B-2 Spirit
yang secara kasar bernilai $2.2 miliar per unit; walaupun kenaikan
biaya di bawah 1 miliar US Dollar. Untuk lebih adilnya, pemesanan B-2
berubah dari ratusan menjadi beberapa lusin ketika Perang Dingin
berakhir sehingga harga per unitnya melangit. F-22 menggunakan lebih
sedikit bahan penyerap radar daripada B-2 atau F-117 Nighthawk, dengan harapan biaya perawatan yang akan menjadi lebih rendah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar