F/A-18 Hornet buatan McDonnell Douglas (kini menyatu ke dalam Boeing) adalah pesawat tempur supersonik serbaguna yang dapat dioperasikan dari dan ke kapal induk di segala cuaca, dirancang untuk dapat bertempur di udara dan menyerang sasaran di darat (F/A adalah inisial untuk fighter (tempur) dan attack (serang)). F/A-18 adalah turunan dari YF-17 pada dasawarsa 1970-an untuk digunakan oleh Angkatan Laut dan Korps Marinir Amerika Serikat.
Hornet juga digunakan oleh angkatan udara di beberapa negara. Pesawat
ini telah menjadi pesawat peraga dirgantara bagi Skuadron Peraga Terbang
Angkatan Laut Amerika Serikat, Blue Angels, sejak tahun 1986.
Hornet berperan sebagai pesawat tempur pengawal, pertahanan udara, perusak pertahanan udara musuh, larangan udara, pesawat serang antigerilya, dan pesawat intai.
Keserbagunaan dan keandalannya telah membuktikannya menjadi aset
bernilai pada sebuah kapal induk, meskipun ia dikritik karena
kelemahannya dalam hal jelajah dan daya muat dibandingkan dengan yang
dimiliki pesawat-pesawat mutakhir pendahulunya, seperti F-14 Tomcat dalam hal peran tempur dan serang-tempur, dan A-6 Intruder dan A-7 Corsair II dalam hal peran serang.[3]
F/A-18 Hornet menjadi dasar bagi pengembangan F/A-18E/F Super Hornet,
yakni pesawat tempur rancang-ulang F/A-18 yang lebih besar dan
evolusioner. Dibandingkan dengan Hornet, Super Hornet berukuran lebih
besar, lebih berat, dan terdapat perbaikan dalam hal daya jelajah dan
daya muatnya. F/A-18E/F mulanya diusulkan sebagai alternatif bagi
pesawat tempur yang sama sekali baru untuk menggantikan pesawat serang
yang masih bertugas seperti A-6. Varian yang lebih besar juga diarahkan
untuk menggantikan F-14 Tomcat yang sudah hampir uzur, dengan demikian
dapat saling berganti-tugas dengan Hornet di Angkatan Laut Amerika
Serikat, dan bertugas pada rentang peran yang lebih luas meliputi
pengisian bahan bakar di udara, dan anjungan pengacau kelistrikan (electronic jamming platform).[4]
Desain
F/A-18 adalah pesawat yang memiliki mesin kembar, sayap tengah, dan
dapat menjalani berbagai misi taktis. Pesawat ini sangat lincah, sebagai
dampak dari rasio dorongan-terhadap-bobot pesawat yang baik, sistem
kendali digital fly-by-wire, dan perluasan tepi depan (leading edge extensions) (LEX). LEX memungkinkan Hornet untuk tetap dapat dikendalikan pada sudut serang
yang besar. Ini karena LEX menghasilkan pusaran yang kuat di atas
sayap, menghasilkan aliran udara yang bergolak di atas sayap, dan dengan
demikian menunda atau menghilangkan pemisahan aerodinamis yang
bertanggung jawab bagi kehilangan keefektifan permukaan aerodinamika (stall),
memungkinkan sayap Hornet menghasilkan gaya angkat yang besarnya
beberapa kali bobot pesawat, meskipun pada sudut serang yang besar. Oleh
karena itu, Hornet mampu berbalik pada putaran yang ekstrem dengan
rentang laju yang variatif.
Penstabil vertikal miring adalah unsur desain pembeda lainnya, dan di
antara karakteristik desain lainnya yang memungkinkan kemampuan sudut
serang besar pada Hornet adalah penstabil horizontal yang diperbesar,
penutup tepi trailing yang diperbesar yang beroperasi sebagai flaperon, flap
yang besar dan panjang, dan pemprograman komputer kendali terbang yang
melipatgandakan pergerakan tiap-tiap paras kendali pada laju rendah dan
memindahkan kemudi vertikal, bukan sekadar ke kiri dan ke kanan. Selimut
kinerja sudut serang normal pada Hornet diletakkan untuk pengujian
menyeluruh dan perbaikan pada NASA F-18 Kendaraan Penelitian Alfa Tinggi (HARV).
NASA menggunakan F-18 HARV untuk memeragakan karakteristik penanganan
terbang pada sudut serang yang besar, yakni 65-70 derajat menggunakan
baling-baling pemvektor daya dorong.[13] Penstabil F/A-18 juga digunakan sebagai kanard pada F-15S/MTD milik NASA.
Hornet adalah salah satu pesawat terdini yang sangat banyak memanfaatkan tampilan serbaguna, di mana pada switch
suatu tombol memungkinkan pilot mengendalikan kinerja tempur atau
serang-darat atau kedua-duanya. Kemampuan "pengganda kekuatan" ini
memberikan komandan operasi keluwesan yang lebih baik dalam hal
pengendalian pesawat taktis pada suatu skenario perang yang berubah-ubah
dengan cepat. Inilah pesawat tempur angkatan laut yang memadukan bus
avionik multipleks digital, yang memungkinkan perbaruan dengan mudah.[3]
Evolusi desain
Pada dasawarsa 1990-an, Angkatan Laut Amerika Serikat merasa perlu
untuk mengganti pesawat-pesawat tempurnya yang sudah mulai uzur, seperti
A-6 Intruder, EA-6 Prowler, A-7 Corsair II, dan F-14 Tomcat, tanpa memerlukan pengembangan yang wajar. Untuk menjawab kekurangan ini, Angkatan Laut mengembangkan F/A-18E/F Super Hornet.
Meskipun perancangannya serupa, Super Hornet bukanlah perbaikan dari
F/A-18 Hornet, melainkan pesawat berkerangka lebih besar yang
memanfaatkan konsep desain Hornet. Hornet dan Super Hornet bertugas
dengan peran yang saling mengisi di dalam cadangan kapal induk Amerika
Serikat, hingga dapat dioperasikannya F-35C Lightning II, yang akan menggantikan F/A-18A-D Hornet.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar